Laman Jejakkasus.info

Kamis, 11 Juli 2013

MESKIPUN UANG KORUPSI DI KEMBALIKAN! 2 ANGGOTA DPRD HARUS DI BUI DULU





SEKALIPUN UANG KORUPSI DI KEMBALIKAN! 2 ANGGOTA DPRD HARUS DI BUI DULU-COLOTEH PRIA SAKTI PRESIDEN JEJAK KASUS
Anggota DPRD Bojonegoro Kembalikan Uang Korupsi



Bojonegoro- www.jejakkasus.info  - Dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro yang menerima uang hasil korupsi dana perjalanan Dinas DPRD periode 2006-2007 akhirnya mengembalikan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro.

"Dari 10 anggota dewan aktif maupun yang sudah tidak aktiif kita panggil ada dua orang yang langsung mengembalikan," ujar Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Nusirwan Sahrul, Rabu (26/06/2013).

Dua anggota dewan yang mengembalikan itu kini masih aktif. Yakni, Abdul Wahid senilai Rp 58.600.000 dan Heni Sulistyo senilai Rp 83.400.000. Pengembalian uang kerugian negara ini tercancum dalam amar putusan Majelis Hakim MA No 1481 K/Pid.Sus/2012 dengan terpidana Mochtar Setijo Hadi.

"Dalam putusannya tercantum dari masing-masing yang bersangkutan yang menikmati harus mengembalikan uang kerugian negara," ungkap Nusirwan.

Pengembalian uang kerugian negara itu, bukan hanya dilakukan saat proses pengadilan sudah vonis, saat masih dalam proses penyidikan sejumlah anggota dewan yang juga menikmati uang hasiil korupsi itu sudah ada yang mengembalikan. Total uang yang dikembalikan saat proses penyidikan sejumlah Rp 902 juta dan sesuai putusan Rp 101.400.000.

"Ada yang katanya mengembalikan langasung ke rekening kas daerah, tapi harus bisa menunjukan bukti. Karena beberapa mengaku bukti struk sudah hilang," ungkapnya.

Sesuai putusan MA Kejaksaan sudah memanggil 38 orang, sehingga tinggal 15 orang lagi yang akan dipanggil. Kemarin Kejari memanggil 10 anggota dewan, yakni Abdul Gofar Nafik, Abdul Wahid, Agus Sugianto, Amar Ma'ruf, Anwar Sanusi, Arkham, Bambang Marsudiono, Feni Kumaidah, Heni Sulistyoningsih dan Asnaida. Dari sepuluh anggota dewan yang dipanggil itu satu orang tidak hadir yakni Asnaida.

Pemanggilan itu untuk melakukan klarifikasi adanya tindak pidana korupsi dana perjalanan dinas di DPRD pada tahun 2006-2007 senilai total Rp 13,2 Miliar. Kejari Bojonegoro mendesak para mantan anggota DPRD periode 2004 - 2009 itu agar mengembalikan tunggakan dana senilai total Rp.13,2 miliar.

Seperti diketahui, kasus perjalanan dinas DPRD Bojonegoro ini telah menjebloskan mantan pimpinan dewan, antara lain Ketua DPRD Tamam Syaefudin, Sekwan Prihadi, Wakil Ketua DPRD Mochtar Setyo Hadi dan Maksum Amin, serta mantan bendahara Sekwan Wahyuningsih.

Dalam kasus ini, hanya Wahyuningsih yang belum divonis olah Mahkamah Agung RI. Tamam Syaifudin oleh Majelis Hakim MA dijatuhi hukuman selama 3 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan harus mengembalikan uang pengganti senilai Rp 915.500.000.

Terdakwa Tamam tidak terbukti dalam dakwaan primer pasal 2 UU Tipikor Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, melainkan terbukti pasal 3 dakwaan subsider tentang menyalahgunakan wewenang.

Sementara, Mochtar Setijohadi dan Maksum Amin telah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai Pasal 2 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mochtar Setijohadi dan Maksum Amin dihukum enam tahun penjara dan dikenai denda Rp200 juta. Mochtar Setijohadi juga diharuskan mengembalikan uang negara Rp687 juta dan Maksum Amin diharuskan mengembalikan uang negara senilai Rp754 juta.

Politisi asal PDI Perjuangan, Mochtar iitu kini statusnya masih buron. Bahkan ia sudah dicekal (cegah dan tangkal) untuk tidak bisa kabur ke luar negeri. Sementara Maksum kondisi kesehatannya menurun dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.(PRAS).

Cabuli Pelajar SMP Narto Di Kandang Macankan




                                                Alasan Sering Bertengkar dengan Istri, Narto Hamili Gadis SMP
Tuban  - www.jejakkasus.info - Kasus pencabulan gadis di bawah umur kembali terjadi di wilayah Kabupaten Tuban. Dalam seminggu terakhir ini, Polres Tuban telah menangani dua kasus pencabulan terhadap pelajar hingga hamil.

Korban sebut saja adalah Sinta, gadis SMP berusia 15 tahun yang hamil 7 bulan akibat ulah Narto (26), seorang nelayan asal Desa Pabean, Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban.

Informasinya, kejadian itu berawal saat Narto sering meminta korban untuk mampir ke rumahnya setiap pulang sekolah ketika istrinya sedang tidak berada di rumah.

Setelah keduanya akrab dan korban sering mampir ke rumahnya, pria beristri tersebut lalu merayu Sinta untuk diajak berhubungan layaknya suami istri. Mereka telah melakukan hubungan tersebut sejak bulan Januari 2013 sebanyak 9 kali, hingga korban hamil 7 bulan.

"Biasanya pelaku mengajak korban untuk berhubungan suami istri setelah korban pulang sekolah, bersamaan saat istrinya sedang tidak di rumah. Pelaku meminta korban untuk mampir dan mengajaknya berhubungan," terang AKP Wahyu Hidayat, Kasat Reskrim Polres Tuban.

Terbongkarnya kasus itu berawal saat orang tua korban curiga karena perut Sinta yang terlihat buncit. Selanjutnya saat ditanya orang tuanya, korban mengaku telah disetubuhi oleh pelaku.

"Orang tua korban yang tidak terima atas perbuatan Narto. Kemudian ia langsung melaporkan kejadian itu kepada pihak kepolisian. Setelah ada laporan petugas langsung melakukan penangkapan terhadap Narto," sambung Kasat Reskrim.

Tersangka mengaku, jika dirinya nekat melakukan hubungan dengan gadis tersebut lantaran sering bertengkar dengan istrinya akibat tak kunjung punya anak.
Namun setelah ia menghamili bocah SMP tersebut, justru istri pelaku juga hamil 3 bulan. "Istri saya sering tidak di rumah, karena sering bertengkar. Jadi ya aman melakukan itu," terang Narto, saat diperiksa di UPPA Mapolres Tuban.

Untuk mempertangung jawabkan perbuatannya kini Narto harus menjalani kehidupannya di sel tahanan. Ia dijerat dengan Undang-undang perlindungan anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. (Yanto)

Korupsi PNPM Rp 101 Juta-Winingsih Masuk Kandang Macan



Tuban- www.jejakkasus.info - Winingsih (40), yang menjadi ketua Kelompok Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) asal Desa Saringembat, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban harus mendekam di tahanan Mapolres Tuban. Pasalnya ia telah melakukan korupsi uang PNPM hingga mencapai Rp 101 juta lebih.

Kasus korupsi dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) berawal saat kelompok masyarakat dari Desa Saringembat, Kecamatan Singgahan, Tuban itu mengajukan dana pinjaman kepada PNPM sebesar Rp 200 juta.

Selanjutnya mulai bulan Agustus 2011 yang lalu sebanyak delapan kelompok dari ada di desa itu mendapatkan pinjaman dari PNPM sebesar 178 juta. Dana tersebut dibagi untuk delapan kelompok yang masing-masing mendapatkan pinjaman antara Rp 20 juta sampai dengan Rp 30 juta.

Dari delapan kelompak masyarakat yang mendapatkan dana tersebut kemudian melakukan angsuran untuk pengembalian uang pinjaman pemberdayaan itu dengan menitipkan uang angsuran kepada Winingsih, yang saat itu sebagai Ketua KPMD untuk dibayarkan kepada Bendahara UPK Kecamatan.

"Namun oleh Winingsih uang angsuran dari delapan kelompok itu sejak bulan Angustus 2011 sampai dengan bulan Juli 2012 tidak disetorkan kepada UPK. Dan uang untuk angusran itu digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka," terang AKP Wahyu Hidayat, Kasat Reskrim Polres Tuban, Minggu (07/07/2012). Kemaren.

Dari total uang angsuran dana PNPM yang tidak disetorkan ke Unit Pengelola Keuangan (UPK) Kecamatan Singgahan tersebut sebanyak Rp 101.207.900. Berdasarkan pengakuan tersangka uang tersebut digunakan untuk usaha kredit pakaian di desa tersebut dan kebutuhan sehari-hari.

"Awalnya untuk uang yang tidak disetorkan itu sekitar Rp 140 juta lebih, namun saat kasus ini mulai tercium dan mencuat pelaku baru membayar sekitar Rp 40 jutaan," lanjut Kasat Reskrim.

Akibat perbuatannya merugikan negara itu, Winingsih dijerat dengan pasal 3 dan 8, Undang-undang Tipikor tahun 2011 dengan ancaman penjara seumur hidup atau penjara paling singkat satu tahun. Adapun barang bukti yang berhasil diamankan dalam kasus itu berupa 2 bendel proposal, 2 bendel kwitansi dari ketua kelompok, 2 bendel kwitansi dari UPK Kecamatan serta buku petunjuk PNPM.

Sementara itu, Winingsih yang menjadi tersangka dalam kasus itu menolak jika dikatakan korupsi, pasalnya ia beralasan kalau dirinya bukanlan pejabat. Namun dia mengakui jika ia menggunakan uang tersebut.

"Saya tidak mau kalau dikatakn korupsi, saya bukan pejabat kok. Kalau yang seperti ini disana banyak, tidak hanya saya," ujar Winingsih, saat akan dimasukan sel tahanan Mapolres Tuban (Yanto).

Bejat, Kakak Setubuhi Adik Iparnya selama 8 Tahun



Dok. Jejak Kasus Ilustrasi


MADIUN -  JEJAK KASUS- Seorang pria di Madiun, Jawa Timur, tega menggauli adik iparnya selama delapan tahun. Perbuatan bejat itu dilakukan sejak korban masih duduk di taman kanak-kanak hingga duduk di bangku kelas VIII SMP.

Keluarga sebenarnya sudah mengetahui perbuatan pelaku, namun memilih diam lantaran menganggap hal itu sebagai aib. Setelah delapan tahun menyimpan aib itu, ibu korban, Hartati, akhirnya melapor ke polisi.

Tak butuh waktu lama bagi polisi untuk menangkap pelaku, Nurhadi (32), warga Kelurahan Josenan, Kota Madiun. "Kasus ini terungkap setelah ibu korban melaporkan perbuatan menantunya ke polisi. Ibunya awalnya menyimpan hal itu karena malu,” ujar Kapolresta Madium, Anom Wibowo.

Menurutnya, ibu korban berubah pikiran lantaran tidak tega melihat kondisi mental anaknya. “Ibunya lama-lama tidak tega melihat kondisi anaknya,” tambah Wibowo.

Perbuatan pelaku sebanarnya sudah pernah dipergoki keluarga. Saat itu pelaku meminta maaf ke seluruh keluarga istrinya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Namun janji tinggal janji. Ibu korban berkali-kali memergoki putrinya kembali disetubuhi pelaku. Perbuatan itu dilakukan pelaku di kamarnya maupun kamar korban, yang memang tinggal di satu rumah.

Sementara menurut pengakuan pelaku, dia menyetubui korban dengan modus meminta pijit. Setelah digauli, pelaku memberi korban imbalan Rp5.000. Jika menolak, pelaku tidak segan-segan memukuli korban.

Sebagai barang bukti, polisi menyita pakaian dalam yang dikenakan korban saat terakhir kali digauli pada Februari 2013. Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 81 dan 82 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun. (DEV)