Laman Jejakkasus.info

Rabu, 10 Juli 2013

JEJAK KASUS BONGKAR KASUS KADES PETAK SUPOYO TERINDIKASI LAKUKAN KORUPSI



KADES PETAK SUPOYO TERINDIKASI LAKUKAN KORUPSI
Mojokerto-Jatim- Jejak Kasus- Berdasarkan UU RI No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa kemerdekaan Pers merupakan salah satu bentuk wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting, Ikut berperan sebagai kontrol social Aspirasi masyarakat.
Pers Nasional merupakan wahana komunikasi Media massa, penyebar Informasi, dan pem bentuk opini sehingga dapat melaksanakan Asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya agar kehidupan masyarakat Indonesia kedepan dapat lebih Demokratis dan Kondusif.
Dan Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hokum Indonesia yang di keluarkan dalam tahun 2008. Berita di turunkan, pasalnya surat konfirmasi belum ada tanggapan.

Desa Petak Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto terindikasi melakukan penyimpangan Dana PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan)
tahun anggaran 2012, hal tersebut di buktikan secara faktanya oleh tim jejak kasus di lapangan, dana anggaran PPIP sebesar Rp. 250.000.000, (dua ratus lima puluh juta) rupiah, di pergunakan untuk Insfrastruktur bangunan proyek jalan desa yang asal asalan, hanya di klicir pasir halus dan aspal, seharusnya pelaksanaan pembangunan Insfrastruktur jalan desa Petak tesbut Dengan Pengaspalan Hotmix

Aturan yang sebenarnya P P I P (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan)

Halaman ini merupakan halaman yang berisikan informasi mengenai PPIP. PPIP adalah kegiatan di Direktorat Pengembangan Permukiman yang memfokuskan pada perdesaan dengan kemajuan infrastruktur diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat di daerah tersebut.
LATAR BELAKANG
HDalam upaya mendukung penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya telah melaksanakan berbagai program. Diantaranya adalah Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak di bidang Infrastruktur Perdesaan (PKPS-BBMIP) pada tahun 2005, Rural Infrastructure Support (RISP) pada tahun 2006, Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)yang dimulai pada tahun 2007 sampai 2011.

Program pembangunan infrastruktur perdesaan atau yang lebih dikenal sebagai PPIP berupaya menciptakan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok melalui partisipasi dalam memecahkan berbagai permasalahan yang terkait kemiskinan dan ketertinggalan desanya sebagai upaya meningkatkan kualitas kehidupan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. PPIP merupakan program berbasis pemberdayaan di bawah payung PNPM Mandiri, yang bantuannya meliputi fasilitasi dan memobilisasi masyarakat dalam melakukan identifikasi permasalahan kemiskinan, menyusun perencanaan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur desanya. Lokasi PPIP tersebar di 29 provinsi, dengan sasaran lokasi mengikuti ketetapan SK Menteri Pekerjaan Umum.

Dalam pelaksanaannya, PPIP akan terus meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat dan peran stakeholder dalam pelaksanaan program. Hal-hal tersebut dilakukan melalui:
1.     Peningkatan kepekaan dan kesadaran di semua tingkatan melalui pelaksanaan Public Awareness Campaign (PAC) yang optimal
2.     Peningkatan kapasitas penyelenggara melalui pelatihan yang akan diintegrasikan ke dalam sistem penyelenggaraan program
3.     Pemantauan kinerja yang akan dilakukan secara berjenjang dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke tingkat terendah di desa
4.     Peningkatan partisipasi masyarakat secara aktif dalam pelaksanaan program khususnya peran serta perempuan dan masyarakat kelompok miskin, terutama dalam proses pengambilan keputusan
5.     Penilaian kinerja yang dikaitkan dengan sistem, penghargaan, dan sanksi bagi penyelenggara program, dari tingkat provinsi, kabupaten, sampai tingkat desa berdasarkan kinerja dalam pelaksanaan program; dan
6.     Penguatan mekanisme serta implementasi penanganan pengaduan
Dengan upaya peningkatan tersebut, diharapkan dapat mendorong keterlibatan masyarakat secara optimal dalam semua tahapan kegiatan, mulai dari pengorganisasian
masyarakat, penyusunan rencana program, menentukan kegiatan pembangunan infrastruktur perdesaan, serta pengelolaanya. Disamping itu peningkatan peran stakeholder dan pemerintah daerah dapat ditumbuhkembangkan sehingga dapat melaksanakan pembinan yang akan mendorong kemandirian masyarakat dan sinergi berbagai pihak dalam penang-gulangan kemiskinan di perdesaan.

MAKSUD DAN TUJUAN PPIP
Program ini dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperkuat implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di tingkat pemerintah
daerah. Sedangkan tujuan PPIP adalah untuk mewujudkan peningkatan akses masyarakat miskin, hampir miskin, dan kaum perempuan, termasuk kaum minoritas terhadap pelayanan infrastruktur dasar perdesaan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan yang baik.

Dugaan Penyimpangan Dana PPIP tersebut bila benar, merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar ketentuan
UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) jo. pasal penyertaan (deelneming) vide Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Sejauh ini Kades Petak Supoyo kabarnya hanya di periksa saja oleh PN Mojokerto, namun sanksi pidananya belum ada sehingga jejak kasus terus memonitoring masalah dugaan korupsi PPIP oleh oknum kades di desa petak” (Pria Sakti)

Divonis Bebas, Terdakwa Kasus Batu Mangan Akan Tuntut Balik Polisi



Surabaya – Jejak Kasus- Hartono Wandy, Direktur PT Hamparan Alam Nusantara (HAN) akhirnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena dinilai tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sumantri SH.

Dengan adanya putusan bebas tersebut, Hartono melalui kuasa hukumnya Pieter Talaway menuntut keadilan dengan meminta aparat penegak hukum yang menyeretnya hingga ke persidangan merehabilitasi nama baiknya.

"Klien kita adalah seorang pengusaha, jadi nama baiknya tercemar dengan pemberitaan media selama ini bahwa dia adalah seorang tersangka," ujar Pieter, Rabu (10/7/2013).

Selama penyidikan polisi lanjut Pieter sudah jelas dibeberkan bahwa kliennya selama menjalankan usahanya di bidang batu mangaan, perijinan yang dipegang dan dikeluarkan oleh Gubernur NTT dianggapnya sudah tidak ada masalah. Namun, entah mengapa, JPU Soemantri SH menjaringnya dengan dakwaan kesatu bahwa terdakwa Hartono Wandy melanggar pasal 161 jo 160 ayat (2) UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau dakwaan kedua melanggar pasal 160 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009.

Dikatakan JPU di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya bahwa 15 Juni 2010 batu mangan milik terdakwa sebanyak 10 kontainer berada di Depo Pelayaran Meratus, Jl Tanjung Tembaga 5-7 Surabaya.

Seterusnya diangkut ke gudang di Jalan Raya Gilang, Sidoarjo. Sepanjang perjalanan dibuntuti oleh polisi dari Resor Tanjung Perak. Ternyata ketika diperiksa, barang angkutan yang mengatasnamakan PT HAN tidak ada IUP (Ijin Usaha Pertambangan)-nya. Sebagai Direktur PT HAN, terdakwa dinilai bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Dalam penyidikan yang menghadirkan saksi ahli Buana Sjahboeddin SH MH dari Dirjen Mineral Batubara Kementrian Energi Sumber Daya Mineral diperoleh beberapa keterangan. Di antaranya bahwa pelaku usaha dalam melakukan kegiatan pengangkutan batu mangaan harus memiliki IUP untuk operasi produksi yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang.

"Apabila pelaku usaha menggunakan perpanjangan ijin sementara pengangkutan dan penjualan dari Gubernur NTT atau bukan dari pemberi IUP maka telah melanggar ketentuan pidana dalam pasal 161 UU No. 4 Tahun 2009," kata saksi ahli sambil menambahkan bahwa Gubernur NTT tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan surat ijin tersebut karena WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan) berada di satu wilayah kabupaten.

Keterangan saksi ahli tersebut dijadikan acuan oleh pihak kepolisian untuk memproses perkara pidana tersebut seterusnya dilimpahkan ke kejaksaan dan bergulir di PN Surabaya yang digelar oleh JPU Soemantri SH seperti disebutkan sebelumnya.

Pieter merasa heran dengan dakwaan JPU. Sebab, dalam dakwaan, JPU mengatakan bahwa ijin sementara yang diterbitkan oleh Gubernur NTT tidak sah. Dijelaskan oleh Anggota Dewan Kehormatan Peradi (Persatuan Advokat Indonesia) ini bahwa ijin dari Gubernur NTT tersebut sah.

"Sebuah produk hukum yang diterbitkan oleh Pejabat Negara (Gubernur) sepanjang belum dibatalkan oleh lembaga peradilan, dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau dicabut/ditarik oleh penerbitnya, maka produk hukum itu sah dan legitimate," tegas Mantan Ketua AAI Surabaya ini.

Dengan demikian apa yang dilakukan kliennya dengan mengantongi ijin Gubernur NTT tidak bisa dipersalahkan, apalagi terbitnya ijin itu sudah mendapatkan rekomendasi dari Bupati setempat.

Berdasarkan hal-hal tersebut, ditambah dengan pembuktian di persidangan yang kini masih berlangsung, Pieter mempersilakan majelis hakim dalam putusan nantinya bisa mencerminkan rasa keadilan bagi kliennya.
Selengkapnya di www.jejakkasus.info

Dana BLSM Di Sunat Alasan Buat Pembangunan Balai Desa



PAMEKASAN – JEJAK KASUS- Dana bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp300 ribu per dua bulan dari pemerintah pusat seyogyanya ditujukan untuk warga miskin, namun di Pamekasan, Madura, Jawa Timur dana tersebut malah dipotong untuk sumbangan pembangunan balai desa.

Itulah yang dialami warga miskin di Desa Panglegur Kecematan Tlakanan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Hak mereka dipotong sebesar Rp20 ribu oleh aparat desa dengan dalih sebagai sumbangan.

Bagi Numai, uang Rp300 ribu yang didapatnya dari pemerintah beberapa hari lalu, sangat berharga. Janda tersebut mengaku, baru bisa memengang uang pecahan Rp100 ribu lebih dari selembar setelah mendapat bantuan.

Ironinya, dana bantuan sebagai kompensasi naiknya harga bahan bakar minyak bersubsidi itu, diterimanya tidak utuh. Dari Rp300 ribu yang dibagikan untuk periode Juni-Juli, dia hanya menerima Rp280 ribu, sedangkan sisanya dipotong oleh aparat desa sebagai sumbangan untuk pembangunan balai desa.

Tidak hanya Numai yang “haknya” dipotong, tapi ada 552 warga miskin di desa tersebut yang turut menerima bantuan serupa. Padahal bagi Numai, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja diakuinya susah.

Numai mengaku, sisa uang yang diterimanya akan digunakan untuk kebutuhan hidup selama sebulan ke depan. Uang itu dia simpan rapih di bawah bantal tempatnya tidur. “Dilihat-lihat juga, takut hilang,” ujarnya.

Sejatinya atas pemotong tersebut Numai mengaku kecewa, namun tidak berani membantah. Dia khawatir tidak akan memperoleh kembali BLSM bila bantuan itu turun. “Takut ke depannya malah nggak dapat lagi,” akunya.

Sementara itu, Kepala Desa Panglegur, Mista’i, membantah bila uang yang diambil dari penerima BLSM sebagai potongan wajib. Menurutnya, uang tersebut merupakan sumbangan dan sifatnya sukarela tanpa unsur paksaan.

“Itu tidak wajib, tapi sifatnya sukarela tanpa ada paksaan,” ujarnya saat dihubungi via telefon.

Dihitung secara matematis, bila tiap warga penerima BLSM memberi sumbangan sebesar Rp20 ribu, maka aparat desa bisa mengumpulkan lebih dari Rp10 juta. Padahal untuk biaya pembangunan balai desa merupakan kewajiban pemerintah


Selengkapnya di www.jejakkasus.info

Dibilang 'Balon' Kades Sidoarjo Di Rana Hukumkan



Sidoarjo- Jatim- www.jejakkasus.info - Diduga melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan mencemarkan nama baik, Kades Sawotratap Kecamatan Gedangan, Sundahyati dilaporkan Tjindar dan beberapa warga lainnya ke Polres Sidoarjo, Selasa (9/7/2013).

Dugaan perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Sundahyati, bermula saat hearing dengan Komisi A DPRD Sidoarjo, Selasa (9/7/2013). "Saya tidak terima dibilang balon (lonte, red) oleh Sundahyati. Jangan seenaknya kalau bicara," ujarnya sambil menunjukkan laporannya ke SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian) Polres Sidoarjo dengan nomor LPB/187/VIII/2013..

Hearing yang juga dihadiri Camat Gedangan, Kepala Bagian Pemerintahan Desa Asrofi dan perwakilan warga Sawotratap itu membahas polemik pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sawotratap.

Dalam hearing sebelum laporan, suasananya sudah cukup panas. Karena antara Kades Sundahyati dan perwakilan warga, termasuk Tjindar yang ikut rapat saling berpegang pada argumennya.

Pihak Tjindar menilai penjaringan BPD tidak seusai mekanisme, karena calon anggota BPD disodorkan oleh Kades. Padahal, mekanismenya penjaringan BPD harus dilakukan oleh panitia melalui forum BPD.

Akhirnya, rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi A Warih Andono diakhiri dan pimpinan sidang meminta agar pihak kecamatan menyelesaikan masalah ini.

Saat Sundahyati keluar dari ruang sidang dia tampak ngomel dan berbicara 'balon' sampai melihat ke arah Tjindar yang masih berada di dalam ruangan. Bahkan, dua wanita paro baya itu nyaris adu fisik dan dicegah oleh Sekretaris Komisi A Adhi Samsetyo. "Banyak saksinya saat Sundahyati bilang saya itu balon," tambah Tjindar.

Ditanya kenapa dia melaporkan Sundahyati ke polisi?, Tjindar mengaku ingin memberi pelajaran kepada kadesnya itu agar tidak sembarangan kalau bicara. Sebab, selama ini dia menilai jika Sundahyati arogan.

Kasat Reskrim Polres Sidoarjo AKP Rony Setyadi saat dikonfirmasi mengaku belum menerima laporan pencemaran nama baik yang dilaporkan Tjindar. "Mungkin masih di SPK. Tapi jika ada laporan akan kita tindaklanjuti," tandasnya
(Pria Sakti Presiden Jejak Kasus- Kontak: 0821-4152-3999)