Laman Jejakkasus.info

Kamis, 11 Juli 2013

Kepergok Telanjang Dada, Wanita Ini Mengaku Istri Kedua



PASURUAN-JEJAK KASUS- Sepasang laki-laki dan perempuan yang diduga pasangan mesum tepergok petugas di dalam kamar hotel melati di Kota Pasuruan, Jawa Timur. Keduanya terjaring razia dalam operasi gabungan petugas Satpol PP, TNI dan Polri.

Pasangan kekasih itu adalah Sueb Idllah (35), warga Desa Jarangan, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, dan Nurul Qomariah (28), warga Gadang, Kota Malang. Mereka tepergok petugas saat bertelanjang dada.

Ketika diminta menunjukkan kartu identitas, Nurul mengaku tidak membawanya. Namun dia bersikukuh menyatakan sebagai istri Sueb. Balita usia tiga bulan yang diajak serta dalam hotel diakui sebagai anaknya.

Petugas yang mengonfrontasi keterangan kedua orang di tempat terpisah itu, menemukan banyak kejanggalan. Beberapa saat kemudian, Sueb mengaku bahwa Nurul adalah istri keduanya.

Kasat Pol PP Kota Pasuruan, Erwin Hamonangan, mengungkapkan, tidak langsung percaya pada pasangan kekasih yang diduga bukan suami istri yang sah tersebut. Keduanya akan diproses sesuai aturan, karena diduga melakukan pelanggaran menginap di hotel dalam satu kamar tanpa identitas suami istri.

"Saat ini petugas masih melakukan pemeriksaan dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Pihak penyedia hotel juga diberikan peringatan agar lebih selektif dalam menerima tamu," kata Erwin Hamonangan, Kamis (11/7/2013).

Menurut Erwin, razia itu merupakan kegiatan rutin yang dilakukan. Khusus selama Ramadan, pihaknya bekerja sama dengan TNI dan Polri menggelar operasi gabungan yang dibagi empat tahap.

"Operasi pekat dan razia anak jalanan (anjal) sudah kami lakukan. Razia akan terus kami lakukan untuk mendukung terciptanya Kota Pasuruan yang tertib, aman dan nyaman," tandas Erwin (ENY)

JEJAK KASUS SEGERA LARIKAN LIMBAH PT. CJI PLOSO JOMBANG KE KLH





SEGERA LARIKAN KASUS LIMBAH PT. CJI PLOSO JOMBANG KE KLH PASALNYA LIMBAHNYA CEMARI SUNGAI BERANTAS

JOMBANG-JEJAKKASUS.INFO - Berdasarkan informasi bahwa Pabrik Cheil Jedang Indonesia yang beralamat di Jl Raya Jati Gedong Kecamatan Ploso Kabupaten Jombang, disinyalir tidak mengantongi Ijin Amdal, dan diduga limbah tersebut mengandung B3. Saat dikonfirmasi Presiden Jejak Kasus, Humas PT CJI Ploso Jombang Jawa Timur belum memberikan komentar, sampai di turunkan Berita perdana.

Berdasarkan data analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)di UU RI No 32 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 62 ayat 2 bahwa sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. Apalagi usaha ini sudah berlangsung puluhan tahun. Diawal juga sudah disebutkan bahwa usaha ini sudah mempunyai AMDAL yang disusun pada tahun 2007. Namun AMDAL tersebut perlu dikaji ulang karena dampak yang ditimbulkan semakin membahayakan masyarakat.

Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah AMDAL 2007 itu sesuai fakta yang ada di lapangan ataukah ada unsur manipulasi dalam proses proses penyusunannya. Penyusunan AMDAL juga sudah diatur dalam Pasal 22 sampai dengan 33 UU RI No 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika AMDAL tersebut disusun melalui langkah-langkah yang benar maka dampak negatif yang timbul dapat diminimalisir karena studi AMDAL dimaksudkan agar pembangunan suatu usaha industri dapat berlangsung secara berkesinambungan, dimana terdapat keseimbangan antara eksploitasi sumber daya alam, SDM, dan kelestarian alam sekitar, dengan cara mengelola buangan/limbah industri sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan sekitarnya.

Pencemaran lingkungan, baik air, tanah, polusi udara, serta kebisingan suara yang telah melebihi ambang batas. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat disekitarnya. Sehingga juga bisa diberlakukan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 99 yaitu sebagai berikut.

1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).

Sedangkan Sanksi Pidana Tidak Mengantongi Ijin Amdal, yakni
Untuk sanksi Pidana diatur dalam bagian kedua UU No. 32 Tahun 2009 Dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai sanksi pidana bagi pemilik usaha yang tidak memiliki izin lingkungan :

“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Pria Sakti Presiden Jejak Kasus- Kontak: 0821-4152-3999

Rabu, 10 Juli 2013

JEJAK KASUS BONGKAR KASUS KADES PETAK SUPOYO TERINDIKASI LAKUKAN KORUPSI



KADES PETAK SUPOYO TERINDIKASI LAKUKAN KORUPSI
Mojokerto-Jatim- Jejak Kasus- Berdasarkan UU RI No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa kemerdekaan Pers merupakan salah satu bentuk wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting, Ikut berperan sebagai kontrol social Aspirasi masyarakat.
Pers Nasional merupakan wahana komunikasi Media massa, penyebar Informasi, dan pem bentuk opini sehingga dapat melaksanakan Asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya agar kehidupan masyarakat Indonesia kedepan dapat lebih Demokratis dan Kondusif.
Dan Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah salah satu produk hokum Indonesia yang di keluarkan dalam tahun 2008. Berita di turunkan, pasalnya surat konfirmasi belum ada tanggapan.

Desa Petak Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto terindikasi melakukan penyimpangan Dana PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan)
tahun anggaran 2012, hal tersebut di buktikan secara faktanya oleh tim jejak kasus di lapangan, dana anggaran PPIP sebesar Rp. 250.000.000, (dua ratus lima puluh juta) rupiah, di pergunakan untuk Insfrastruktur bangunan proyek jalan desa yang asal asalan, hanya di klicir pasir halus dan aspal, seharusnya pelaksanaan pembangunan Insfrastruktur jalan desa Petak tesbut Dengan Pengaspalan Hotmix

Aturan yang sebenarnya P P I P (Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan)

Halaman ini merupakan halaman yang berisikan informasi mengenai PPIP. PPIP adalah kegiatan di Direktorat Pengembangan Permukiman yang memfokuskan pada perdesaan dengan kemajuan infrastruktur diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat di daerah tersebut.
LATAR BELAKANG
HDalam upaya mendukung penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya telah melaksanakan berbagai program. Diantaranya adalah Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak di bidang Infrastruktur Perdesaan (PKPS-BBMIP) pada tahun 2005, Rural Infrastructure Support (RISP) pada tahun 2006, Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP)yang dimulai pada tahun 2007 sampai 2011.

Program pembangunan infrastruktur perdesaan atau yang lebih dikenal sebagai PPIP berupaya menciptakan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok melalui partisipasi dalam memecahkan berbagai permasalahan yang terkait kemiskinan dan ketertinggalan desanya sebagai upaya meningkatkan kualitas kehidupan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. PPIP merupakan program berbasis pemberdayaan di bawah payung PNPM Mandiri, yang bantuannya meliputi fasilitasi dan memobilisasi masyarakat dalam melakukan identifikasi permasalahan kemiskinan, menyusun perencanaan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur desanya. Lokasi PPIP tersebar di 29 provinsi, dengan sasaran lokasi mengikuti ketetapan SK Menteri Pekerjaan Umum.

Dalam pelaksanaannya, PPIP akan terus meningkatkan kualitas pemberdayaan masyarakat dan peran stakeholder dalam pelaksanaan program. Hal-hal tersebut dilakukan melalui:
1.     Peningkatan kepekaan dan kesadaran di semua tingkatan melalui pelaksanaan Public Awareness Campaign (PAC) yang optimal
2.     Peningkatan kapasitas penyelenggara melalui pelatihan yang akan diintegrasikan ke dalam sistem penyelenggaraan program
3.     Pemantauan kinerja yang akan dilakukan secara berjenjang dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke tingkat terendah di desa
4.     Peningkatan partisipasi masyarakat secara aktif dalam pelaksanaan program khususnya peran serta perempuan dan masyarakat kelompok miskin, terutama dalam proses pengambilan keputusan
5.     Penilaian kinerja yang dikaitkan dengan sistem, penghargaan, dan sanksi bagi penyelenggara program, dari tingkat provinsi, kabupaten, sampai tingkat desa berdasarkan kinerja dalam pelaksanaan program; dan
6.     Penguatan mekanisme serta implementasi penanganan pengaduan
Dengan upaya peningkatan tersebut, diharapkan dapat mendorong keterlibatan masyarakat secara optimal dalam semua tahapan kegiatan, mulai dari pengorganisasian
masyarakat, penyusunan rencana program, menentukan kegiatan pembangunan infrastruktur perdesaan, serta pengelolaanya. Disamping itu peningkatan peran stakeholder dan pemerintah daerah dapat ditumbuhkembangkan sehingga dapat melaksanakan pembinan yang akan mendorong kemandirian masyarakat dan sinergi berbagai pihak dalam penang-gulangan kemiskinan di perdesaan.

MAKSUD DAN TUJUAN PPIP
Program ini dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperkuat implementasi tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di tingkat pemerintah
daerah. Sedangkan tujuan PPIP adalah untuk mewujudkan peningkatan akses masyarakat miskin, hampir miskin, dan kaum perempuan, termasuk kaum minoritas terhadap pelayanan infrastruktur dasar perdesaan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam tata kelola pemerintahan yang baik.

Dugaan Penyimpangan Dana PPIP tersebut bila benar, merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar ketentuan
UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) jo. pasal penyertaan (deelneming) vide Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Sejauh ini Kades Petak Supoyo kabarnya hanya di periksa saja oleh PN Mojokerto, namun sanksi pidananya belum ada sehingga jejak kasus terus memonitoring masalah dugaan korupsi PPIP oleh oknum kades di desa petak” (Pria Sakti)

Divonis Bebas, Terdakwa Kasus Batu Mangan Akan Tuntut Balik Polisi



Surabaya – Jejak Kasus- Hartono Wandy, Direktur PT Hamparan Alam Nusantara (HAN) akhirnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena dinilai tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sumantri SH.

Dengan adanya putusan bebas tersebut, Hartono melalui kuasa hukumnya Pieter Talaway menuntut keadilan dengan meminta aparat penegak hukum yang menyeretnya hingga ke persidangan merehabilitasi nama baiknya.

"Klien kita adalah seorang pengusaha, jadi nama baiknya tercemar dengan pemberitaan media selama ini bahwa dia adalah seorang tersangka," ujar Pieter, Rabu (10/7/2013).

Selama penyidikan polisi lanjut Pieter sudah jelas dibeberkan bahwa kliennya selama menjalankan usahanya di bidang batu mangaan, perijinan yang dipegang dan dikeluarkan oleh Gubernur NTT dianggapnya sudah tidak ada masalah. Namun, entah mengapa, JPU Soemantri SH menjaringnya dengan dakwaan kesatu bahwa terdakwa Hartono Wandy melanggar pasal 161 jo 160 ayat (2) UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau dakwaan kedua melanggar pasal 160 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009.

Dikatakan JPU di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya bahwa 15 Juni 2010 batu mangan milik terdakwa sebanyak 10 kontainer berada di Depo Pelayaran Meratus, Jl Tanjung Tembaga 5-7 Surabaya.

Seterusnya diangkut ke gudang di Jalan Raya Gilang, Sidoarjo. Sepanjang perjalanan dibuntuti oleh polisi dari Resor Tanjung Perak. Ternyata ketika diperiksa, barang angkutan yang mengatasnamakan PT HAN tidak ada IUP (Ijin Usaha Pertambangan)-nya. Sebagai Direktur PT HAN, terdakwa dinilai bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Dalam penyidikan yang menghadirkan saksi ahli Buana Sjahboeddin SH MH dari Dirjen Mineral Batubara Kementrian Energi Sumber Daya Mineral diperoleh beberapa keterangan. Di antaranya bahwa pelaku usaha dalam melakukan kegiatan pengangkutan batu mangaan harus memiliki IUP untuk operasi produksi yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang.

"Apabila pelaku usaha menggunakan perpanjangan ijin sementara pengangkutan dan penjualan dari Gubernur NTT atau bukan dari pemberi IUP maka telah melanggar ketentuan pidana dalam pasal 161 UU No. 4 Tahun 2009," kata saksi ahli sambil menambahkan bahwa Gubernur NTT tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan surat ijin tersebut karena WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan) berada di satu wilayah kabupaten.

Keterangan saksi ahli tersebut dijadikan acuan oleh pihak kepolisian untuk memproses perkara pidana tersebut seterusnya dilimpahkan ke kejaksaan dan bergulir di PN Surabaya yang digelar oleh JPU Soemantri SH seperti disebutkan sebelumnya.

Pieter merasa heran dengan dakwaan JPU. Sebab, dalam dakwaan, JPU mengatakan bahwa ijin sementara yang diterbitkan oleh Gubernur NTT tidak sah. Dijelaskan oleh Anggota Dewan Kehormatan Peradi (Persatuan Advokat Indonesia) ini bahwa ijin dari Gubernur NTT tersebut sah.

"Sebuah produk hukum yang diterbitkan oleh Pejabat Negara (Gubernur) sepanjang belum dibatalkan oleh lembaga peradilan, dalam hal ini Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau dicabut/ditarik oleh penerbitnya, maka produk hukum itu sah dan legitimate," tegas Mantan Ketua AAI Surabaya ini.

Dengan demikian apa yang dilakukan kliennya dengan mengantongi ijin Gubernur NTT tidak bisa dipersalahkan, apalagi terbitnya ijin itu sudah mendapatkan rekomendasi dari Bupati setempat.

Berdasarkan hal-hal tersebut, ditambah dengan pembuktian di persidangan yang kini masih berlangsung, Pieter mempersilakan majelis hakim dalam putusan nantinya bisa mencerminkan rasa keadilan bagi kliennya.
Selengkapnya di www.jejakkasus.info